Selasa, 31 Januari 2012

Suku Baduy

Suku Baduy

Tentang Suku Baduy

The Baduy (atau Badui), yang menyebut dirinya Kaneka, adalah sebuah komunitas tradisional di bagian barat provinsi Banten, dekat Rangkasbitung. Populasi mereka antara 5000 dan 8000 berpusat di pegunungan Kendeng, di ketinggian 300-500 meter dari permukaan laut Banten, Jawa terkandung dalam hanya 50 mil persegi dari berbukit 120 km dari Jakarta


Kehidupan Tradisional Suku Baduy

Seorang warga suku Baduy tinggal rumah tradisional mereka di wilayah hutan pegunungan  Kandeng


Seorang warga Baduy tradisional terlihat di desa mereka di wilayah pegunungan hutan pegunungan Kendeng di Banten, Indonesia. Masyarakat tradisional terdiri dari sekitar 5000-8000 orang yang tersebar, daerah perbukitan hanya 50 kilometer persegi. Agama orang Baduy disebut Wiwitan Agama probe memadukan unsur-unsur Hindu, Buddha dan kepercayaan tradisional, termasuk berbagai tabu seperti tidak makan di malam hari, mendapatkan uang, menyetujui emas atau perak atau bahkan potongan rambut


Seorang ibu suku Baduy memasak nasi secara tradisional di rumah di kawasan hutan pegunungan Kendeng




Seorang wanita dari suku Baduy membuat kain tenun tradisional dari rumah mereka di wilayah hutan pegunungan Kendeng


Pemanndangan umum rumah-rumah tradisional suku Baduy di wilayah hutan pegunungan Kendeng siang hari


Seorang anggota tradisional suku Badui untuk membawa pisang untuk dijual di desa mereka


Seorang pria dari suku Badui memakai gaun kepala tradisional di desa


Seorang anggota suku Baduy sedang mempersiapkan untuk mengangkut kayu dari sungai,untuk dijual di desa mereka di wilayah hutan pegunungan Kendeng


Seorang anggota suku Baduy membawa kayu dari sungai untuk menjual di desa



Seorang anggota suku Baduy membawa kayu dari sungai untuk menjual di desanya


Pemanndangan umum rumah tradisional suku Badui


Dua anak-anak dari suku Baduy membawa kayu bakar menuju desa mereka


Seorang pria dari suku Baduy memakai gaun kepala tradisional di rumahnya


Seorang anggota suku Baduy berjalan di jembatan bambu tradisional di desa



Seorang anggota suku Baduy berjalan menuju desa

Baduy Season 2

Sebenarnya bisa dikatakan trip ke baduy ini adalah trip janji, janji sama diri sendiri untuk tembus 3 desa baduy dalam (Cibeo-Cikertawarna-Cikeusik) juga janji sama teman-teman jalan yang sudah kepending lama. Selama setahun menunggu saat yang tepat dan masa kawalu  berlalu,  akhirnya pertengahan april ini dipikirkan mask-masak, dengan mencari informasi banyak-banyak mengenai jalur belakang baduy yang bisa tembus langsung desa Cikeusik sampai fenomena jembatan akar yang bikin penasaran.
Masalah kendaraanpun jadi kendala karena jaraknya yang lumayan jauh menuju Desa Nanggerang (perbatasan jalur belakang) karena kendaraan sulit menuju kesana, untungnya didetik terakhir dapat informasi dari kawan ada elf dari rangkas bitung yang bisa disewa kesana, jadi ga perlu repot cari2 kendaraan lagi diterminal langsung jemput di Stasiun Rangkas
Sabtu, 17 April 2010
Simpang siur perubahan jadwal kereta kerangkas, biking stress juga, coba telpon hotline PT KAI 121 memastikan kereta ekonomi yang paling pagi hanya jam 6 dari St Tanah Abang. Informasikan keteman2 yang bakalan sibuk cari kendaraan pagi-pagi buta menuju kesana, termasuk gw yang dari jam 4 pagi udah kabur dari rumah untungny semua kendaraan umum sudah beroperasi mengantar orang-orang yang hendak kepasar meski harus beberapakali ganti kendaraan.
Tiba juga di St tanah abang jam ½ 6 pagi, sudah banyak orang hilir mudik disini, langsung kebagian tiket memastikan jadwal, begitu liat jadwal langsung lemas, kereta kerangkas baru ada jam 8 pagi startnyapun dari St Kota jam 7, berarti operator 121 ga bisa dipercaya.
Dan tak lama 15 orng temanpun datang dengan tampang2 belum mandi. Tidak enak juga kasih taunya karena salah informasi, untungnya pada ngerti. Daripada menunggu 2 jam diSt tanah abang kitapun sepakat menuju St Kota saja sembari cari sarapan disana, tiket kereta ke St Rangkaspun sudah dibeli dan dipakai untuk masuk peron. Ada satu teman Ian yang ternyata sudah menunggu diSt  Kebayoran yang juga sudah menunggu disana terpaksa gw suruh nunggu aja disana.
Singkatnya kita naik kereta balik (kereta rangkas jaya yang akan ke St Kota dulu), saat kereta tiba di St tanah abang kitapun bergegas naik mencari posisi duduk karena kereta ini juga yang nantinya mengantar ke Rangkas. Dalam perjalanan ke St Kota dapat SMS dari Ian yang ternyata ke St Tanah Abang dan mencari lokasi keberadaan kita. Rupanya dia naik kereta yang sama dari St Kebayoran, dia turun kita naik alhasi tidak bertemu, akhirnya dia nyusul juga ke St Kota.
17 orang dalam perjalanan 4 jam menuju St Rangkas Bitung, begitu tiba disambut Mang Sapri guide yang akan memandu kita selama perjalanan nanti, elf yang kita sewapun sudah menanti. Langsung saja perjalanan dimulai namun sebelumnya kita sempat berhenti dulu diwarung makan untuk santap siang dulu sebelum tracking panjang.
Perut kenyang perjalanan lanjut, awalnya jalannya mulus, namun berlahan-lahan mulai banyak kubangan hingga memasuki desa nanggerang jalurnya rusak parah terlebih saat turunan terjal.

Tiba dipintu masuknya jam 2 Siang, istirahat sebentar trekking dimulai dengan rute mengunjungi desa cikeusik dulu, panasnya terik matahari cukup menguras tenaga. Disuatu warung kita berhenti untuk membeli ikan asin, menurut Mang Sarpin ikan asin ini untuk tanda mata ketua adapt cikeusik yang rumahnya akan dukunjungi. Setealah melewati jembatan bambu, kita sudah memasuki daerah perkampungan baduy, darisini terbagi arah, satu kearah desa Cikeusik satu lagi kearah desa Cikertawarna, jadinya kita akan berjalan balik kembali ketitik ini. Menuju Desa cikesuik melewati bukit tandus, untungnya stamina masih terjaga meski panas matahari sore menyengat. Tidak sampai 1 jam setelah kita menyebrangi sungai yang cukup lebar kita sudah memasuki desa Cikeusik.
Suasana sepi menyambut, menurut mang Sarphin, hampir semua penduduknya sedang berada diladang dan terkadang mereka menginap disana. Jarak antara rumah2 panggung yang rapat dan bentuk bangunan yang sama tentunya akan menyesatkan langkah kalau tidak perhatikan jalan. Mengikuti Mang sarphin dari belakang kita singgah disalah satu rumah yang kebetulan saat itu ada penghuninya, ternyata merupakan ayah angkat dari Mang sarphin. Ikut masuk dalam rumah khas baduy yang sederhana ditwarkan panganan cemilan gula merah dan air putih. Ayah angkat Mang sarphin (lupa namanya) merupakan Kokolot didesa Cikeusik ini merupakan satu tingkatan dibawah Pu’un ketua adat setempat.
Desa Cikeusikmerupakan desa dengan kasta tertinggi, makanya jarang dikunjungi tamu dan masih kurang menerima keberadaan tamu dan memberikan informasi2 yang ditanyakan, berbeda dengan desa Cibeo yang sering kedatangan tamu. Tidak lama disini kita berpamitan sembari membeli madu hutan asli baduy, sempat pula mang Sarphin menunjukan lokasi alun-alun, lokasi tinggal Pu’un dan batas yang boleh dilalui orang luar.Kita berjalan kembali menuju jalur yang sama menemukan kembali jembatan perbatasan tadi, istirahat sebentar lalu lanjut jalan lagi menuju desa Cikertawarna.
Melalui salah satu desa baduy luar masih terus jalan hingga 2 jam perjalanan menjelang magrib kita sudah tiba di desa Cikertawarna. Sama seperti dicikeusik suasana sepi yang didapat hanya satu dua orang yang nampak, yang membedakn dengan desa badui dalam lainnya posisi desa ini jauh dari sungai dan berada dibukit ternyata menurut mang Sarphin, desa ini baru pindah sekitar 1 tahun karena terbakar. Perjalanan naik turun bukit tadi membuat teman2 bermasalah dengan kaki, meski begitu tidak menghambat lajur perjalanan
Dalam perjalanan menuju desa terakhir Cibeo, kita berpapasan dengan satu keluarga penduduk yang baru saja kembali dari ladang yang tenyata Pu’un desa Cikertawarna, menurut mang sarphin itu suatu kebetulan. Hanya butuh 15 menit saja kita sudah berada didesa Cibeo. Berbeda lagi dengan 2 desa sebelumnya, suasana ramai menyambut, rupanya desa ini sedang banjir tamu yang berkunjung menginap, dari lembaga LSM sampai gerombolan pelajar yang sedang study banding. Mang sarphin sempat bingung cari rumah kosong untuk kita menginap, namun warga cibeo dengan ramah membantu mencari rumah yang bisa kita tiduri malam ini semua.
Usut punya usut kita seperti tamu tak diundang, karna penghuni rumahnya ternyata tidak ada sedang berada diladang, jadi dibantu tetangga2 sekitar menyambut, dan baiknya lagi mereka bantu kita menyediakan santap malam dari bekal bahan mentah yang kita bawa. Sembari menunggu masakan kita mandi disungai digelapnya malam dingin2, tanpa menggunakan bahan kimia asal basah dan menghilangkan keringat.
Selesai mandi, santap malam sesudahnya langsung pada tepar karena kecapaian, yang masih kuat begadang keluar rumah menuju alun2, disana masih ada segelintir pelajar yang sedang duduk-duduk diatas terpal lebar sembari melihat angkasa. Subhanallah langit malam itu benar2 indah. Jutaan bintang menghiasi langit yang terlihat sangat jelas sekali, berebda dengan dijakarta yang tentunya tertutup polusi. Bermain dengan mencari posisi rasi bintang, hingga sedang asyik2nya berbincang-bincang kita diusir oleh pemilik terpal yang ternyata warga luar yang berdagang disini karena sedang banyak tamu. Mang sarphin jadi ikut2an kesal, padahal dia warga asli baduy tapi diusir didaerahnya sendiri.
Minggu, 18 April 2010
Menyambut pagi dengan sarapan diikuti cengan cengkrama edngan penduduk setempat dan melihat aktifitas pelajar2 yang lalu lalang yang jumlahnya cukup banyak. Pagi itu Ibu yang punya rumah baru saja balik dari ladang, jadinya kita enakan pamitnya sembari memberi uang seiklasnya. Salah satu teman Sasa memakai jasa guide yang merupakan anak dari pemilk rumah namanya nursid yang masih berumur 12 tahun.
Pagi itu kita lanjutkan perjalanan menuju Ciboleger, sempat 2 opsi jalur yang diajukan mang sarphi melalui hutan lindung atau desa ciboleger, mayoritas memilih lewat jalur hutan karena jaraknya lebih dekat dan tidak terlalu banyak bukit. Menghindari teman yang kakinya bermasalah.
Start jam 8 pagi perjalanan dimulai, jadi ingat pada waktu sebelumnya jalur ini adalah jalur gw lalui waktu datang, sekarang berbalik jadi jalur pulang, gilanya baru sadar kita harus mendaki cukup tinggi menuju hutannya dan ini cukup menguras tenaga. Jalur yang dilalui untungnya hutan pastinya hawanya sejuk. Setelah 2 jam berada dihutan kita bertmu dengan salah satu desa baduy luar, disini teman2 yang sudah boleh mengabadikan dengan kamera mulai aktif, sembari menunggu teman2 yang sibuk foto kita istirahat dulu disini.

Dalam perjalanan selanjutnya hujanpun menyambut, jas hujan keluar dan merepotkan perjalanan, padahal dari sini sudah mulai dekat dengan desa ciboleger. Hujanpun berhenti dan panas menyambut lagi langakah kaki kita teruskan melangkah, alhmdulillah kita sudah berada didesa ciboleger disambut oelh pedagang ang menawarkan pernak pernik khas baduy, langsung saja yang doyan belanja. Tiba-tiba dikejutkan oleh 2 orang warha yang mengotong sesuatu benda dibopong dengan bamboo yang diangkutkan sarung, rupanya ada orng yg pinsan dan harus ditandu dikiranya salah teman ternyata orang lain.
Istirahat panjang sambil santap makan siang dulu, sholat dan bebersih disini sembari mencari souvenir2 yang tersisa. Lalu perjalanan dilanjut, elf yang kita sewa sudah menanti untuk mengantar menuju Jembatan Akar yang jaraknya cukup jauh dari Ciboleger. Jalanan yang dilalui disamping cmn satu jalur juga rusak, disempat2kan tidur juga untuk jaga stamina.
Tiba diparkiran jalan buntu barang2 ditinggal dielf berbekal kamera dan air minum saja, dari sini kita tracking lagi sekitar 1 jam melewati bukit lagi, dan begitu tiba didesa batara-desa baduy luar hujan menyambut, berteduh dulu disini sambil santap es cincau yang lewat. Untungnya hujannya tidak lama kita bisa  lanjutka perjalanan, namun dampaknya tanahnya jadi becek dan licin, harus extra hati-hati terlebih begitu sampai menuju jembatannya, jalurnya turun dibawah jurang menanti.
Tiba dijembatan akar juga dengan penuh senang dan bangga, menurut mang sarphin awalnya jembatan ini hanya jembatan bambu biasa yang pondasinya mengikat pada salah satu pohon besar, namun lama kelamaan akar dari pohon tersebut mengikat bambu2 tersebut dan menjalar hingga ujung jembatan. Sedang alasnya juga bambu2 biasa yang disusun sedemikian rupa, namun extra hati-hati karena licin, sedang tinggi jembatan ini lumayan sekitar 10 meter dari atas permukaan sungai.

Setelah puas mengabadikan jembatan yang menjadi biang penasaran gw ini, kta kembali keparkiran yang disambut hujan rintik, namun tetap dipaksakan jalan untuk mengejar waktu. Elfpun langsung melaju menuju Rangkas, ditengah jalan mang Sarphin turun dan berpamitan.
Elfnya berjalan dengan lincah mempersingkat waktu hingga 1 ½ jam saja kita sudah masuk kota Rangkas, kita minta diantar ke St dulu melihat jadwl kereta terakhir yang ada, ternyata kereta terakhir keJakarta jam 4 sore telat 1 jam saat kita tiba, berbeda dengan tahun kemarin kereta terkahir jam 6 sore. Tak ada pilihan kita diantar keterminal, dari sini sudah ada bus menuju Jakarta, namun sebelumnya isi perut dulu. Dan sekitar jam 6 buspun berangkat, yang ternyata merupakan bus terakhir hari itu. Buspun baru tiba dijakarta sekitar jam 8 malam.
Selama perjalanan banyak mengucapkan terimakasih:
- Mang Sarphin untuk jasa guidenya
- Nursid dan keluarga warga baduy luar untuk penginapannya
- Rena untuk informasi elf dan guidenya
- Rekan2 perjalanan
Perkiraan Waktu
Sabtu, 17 April 2010
07:30-10:00 = Perjalanan kereta Rangkas Jaya menuju Rangkas Bitung
10:30-12:00 = Menuju Desa Nanggerang (Break makan siang)
12:30-14:00 = Lanjut perjalanan Desa Nnanggerang
14:30-15:00 = Menuju Desa Cikeusik
15:00-15:30 = Didesa Cikeusik
15:30-18:00 = Menuju desa Cikertawarna
18:00-18:30 = Didesa Cikertawarna
18:30-18:45 = Menuju desa Cibeo (menginap)
Minggu, 18 April 2010
07:30-12:00 = Menuju desa Ciboleger lewat jalur hutan Lindung
12:30-13:30 = Menuju parkiran batas akhir menuju jembatan akar
13:30-14:30 = Tracking menuju Jembatan Akar
14:30-15:00 = Dijembatan akar
15:00-15:30 = Tracking balik keparkiran
15:30-17:00 = Menuju Rangkas bitung
18:00-20:00 = Perjalanan menuju Jakarta dengan bus
Biaya-biaya
- Kereta Rangkas Jaya Rp 4.000,-
- Sewa Elf Rp 900.000/17 = Rp 52.000,-
- Guide 250.000/17 = Rp 15.000,-
- Tiket izin Rp 3.000,-
- Bus pulang Rp 15.000,-
- Total biaya Rp 90.000,- (exl makan)
untuk melihat foto lainnya klik disini

Senin, 30 Januari 2012

Album Foto Baduy



Baduy_0.jpg
  

Baduy_1.jpg
  

Baduy_2.jpg
  

Baduy_3.jpg
  

Baduy_4.jpg
  

Baduy_5.jpg
  

Baduy_6.jpg
  

Baduy_7.jpg
  

Baduy_8.jpg
  

Baduy_9.jpg
  

Baduy_10.jpg
  

Baduy_11.jpg
  

Baduy_12.jpg
  

Baduy_13.jpg
  

Baduy_14.jpg
  

Baduy_15.jpg
  

Baduy_16.jpg
  

Baduy_17.jpg
  

Baduy_18.jpg
  

Baduy_19.jpg
  

Baduy_20.jpg
  

Baduy_21.jpg
  

Baduy_22.jpg
  

Baduy_23.jpg
  

Baduy_24.jpg
  

Baduy_25.jpg
  

Baduy_26.jpg
  

Baduy_27.jpg
  

Baduy_28.jpg
  

Baduy_29.jpg
  

Baduy_30.jpg
  

Baduy_31.jpg
  

Baduy_32.jpg
  

Baduy_33.jpg
  

Baduy_34.jpg
  

Baduy_35.jpg
  

Baduy_36.jpg
  

Baduy_37.jpg
  

Baduy_38.jpg
  

Baduy_39.jpg
  

Baduy_40.jpg
  

Baduy_41.jpg
  

Baduy_42.jpg
  

Baduy_43.jpg
  

Baduy_44.jpg
  

Baduy_45.jpg
  

Baduy_46.jpg
 Komentar 

Baduy_47.jpg
  

Baduy_48.jpg
  

Baduy_49.jpg
  

Baduy_50.jpg
  

Baduy_51.jpg
  

Baduy_52.jpg
  

Baduy_53.jpg
  

Baduy_54.jpg
  

Baduy_55.jpg
  

Baduy_56.jpg
  

Baduy_57.jpg
  

Baduy_58.jpg
  

Baduy_59.jpg
  

Baduy_60.jpg
  

Baduy_61.jpg
  

Baduy_62.jpg
  

Baduy_63.jpg
  

Baduy_64.jpg
  

Baduy_65.jpg
  

Baduy_66.jpg
  

Baduy_67.jpg
  

Baduy_68.jpg
  

Baduy_69.jpg
  

Baduy_70.jpg
  

Baduy_71.jpg
  

Baduy_72.jpg
  

Baduy_73.jpg
  

Baduy_74.jpg
  

Baduy_75.jpg
  

Baduy_76.jpg
  

Baduy_77.jpg
  

Baduy_78.jpg
  

Baduy_79.jpg
  

Baduy_80.jpg
  

Baduy_81.jpg